9.21.2010

Partner Budidaya

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya perikanan yang sangat besar karena memiliki perairan yang sangat luas, baik perairan umum air tawar maupun perairan berair asin di laut terbuka. Di samping itu Indonesia juga memiliki potensi perikanan budidaya yang sangat besar, dengan beragam spesies ikan air tawar maupun laut yang potensial untuk dibudidayakan di Indonesia. Akan tetapi hingga saat ini potensi yang dimiliki tersebut belum bisa dimanfaatkan secara optimal. Ini bias dilihat dari produksi perikanan Indonesia ang masih ada di bawah Negara yang notabene potensi perikanannya jauh di bawah Indonesia. Contohnya produk ekspor ikan hias Indonesia justru lebih kecil dari Singapura yang luas wilayahnya sangat jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Negara Indonesia.

Pengembangan perikanan budidaya di Indonesia masih sangat lambat jika dibandingkan dengan negara lain bahkan dengan negara yang potensi budidaya perikanannya lebih kecil dari potensi perikanan budidaya yang dimiliki Indonesia. Untuk itu diperlukan perhatian yang lebih serius terhadap pengembangan budidaya perikanan di Indonesia.

Dalam budidaya perikanan atau pertanian, pelaku budidaya dalam hal ini petani atau petani ikan/nelayan tidak mungkin bisa bekerja sendiri. Di samping perhatian dari pemerintah dalam bentuk kemudahan dalam regulasi atau perijinan dan juga kemudahan dan akses pada teknologi budidaya yang baik, pembudidaya juga memerlukan partner atau mitra dalam bekerja. Mitra pembudidaya bisa saja dalam hal permodalan ataupun pensuplai kebutuhan budidaya yang dilaksanakan. Untuk itu pembudidaya diharapkan untuk proaktif menjaga keharmonisan hubungan dengan para partnernya demi kelancaran usaha yang dilaksanakan. Hal ini sebenarnya tidak hanya berlaku dalam usaha budidaya saja. Dalam setiap usaha atau bisnis hubungan baik dengan relasi bisnis atau mitra kerja akan turut memberi andil dalam mencapai keberhasilan usaha yang dijalankan.

Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, Peribudi juga ingin bisa menjadi partner atau mitra dalam berusaha meskipun hanya sekedar memberikan sedikit informasi yang diharapkan turut membantu para sahabat sekalian dalam mencapai keberhasilan. Apa yang ditulis dalam blog perikanan budidaya ini kiranya dapat nantinya membantu siapapun yang berniat untuk belajar tentang perikanan dan budidaya perikanan demi kemajuan perikanan dan kelautan Indonesia. Semoga.

Tulisan tulisan lain dapat dilihat di daftar isi/peta situs perikanan budidaya

9.18.2010

Cacat / kelainan pada tulang belakang ikan

 Cacat / kelainan tulang rangka paling sering dijumpai pada 2-6 vertebrae(ruas) tulang punggung. Skoliosis, kyphosis dan penggabungan dari beberapa vertebra sering diamati, tetapi jenis cacat yang paling banyak dijumpai adalah lordosis. Ikan yang cacat, tulang punggung menunjukkan bentuk V dengan banyak ataupun sedikit sudut.

Pada ikan yang tidak memiliki gelembung renang, cacat lordotic terutama berlokasi di vertebra 15 (dihitung dari ekor), sedangkan pada ikan yang memiliki gelembung renang cacat biasanya terjadi pada ruas ke 9. Otot-otot ikan biasanya berkembang sebagai akibat gerakan mekanis sirip saat berenang. Pada ikan dengan sirip abnormal cacat biasanya terjadi pada daerah tempat gelembung renang seharusnya berada.

Cacat tulang belakang dapat diamati dengan mikroskop pada ukuran larva sekitar 15-20 mm, yang sesuai dengan tahap di mana kalsifikasi tulang cukup maju. Untuk ikan yang lebih besar, untuk melihat kelainan pada tulang harus digunakan sinar-X.
  • Pada ikan tanpa swim bladder fungsional, cacat muncul 100% pada kedua jenis ikan.
  • Pada ikan yang memiliki swim bladder, cacat terjadi antara 0 sampai 100%.

Pengaruh lordosis pada ikan juga bervariasi sesuai dengan lokasi cacat tersebut:
  • Pada ikan ukuran 1 g (seabass) dengan gelembung renang fungsional, lordosis berkaitan dengan pertumbuhan yang lambat(tidak terukur), tetapi tampaknya tidak ada kematian yang disebabkan oleh cacat tersebut, Sudut bengkok nampak berkurang saat ikan tumbuh, meski tidak menghilang sepenuhnya.
  • Pada ikan tanpa gelembung renang fungsional, lordosis terkait dengan keterlambatan pertumbuhan dan kematian.Cacat bahkan cenderung ireversibel, dalam kasus inflasi akhir kantung udara (misalnya, antara 7 dan 54 gram dalam seabream gilthead).


 Dalam kedua kasus tersebut, kondisi lingkungan yang mendorong aktifitas renang ikan selama tahap pemeliharaan larva, yang mungkin disebabkan oleh sirkulasi air yang terlalu kuat, meningkatkan frekuensi lordosis. Pada ikan tanpa gelembung renang fungsional, kondisi ini juga meningkatkan sudut lordosis.

Sebuah review osteogenesis terkait dalam masalah ikan, Penyebab cacat pada tulang belakang ikan terutama disebabkan oleh kekurangan gizi atau oleh toksisitas beberapa unsur yang tertelan. Keduanya mempengaruhi tekstur tulang, terutama metabolisme kolagen, memodifikasi atau mengubah kalsium dan fiksasi fosfor. Contoh racun yang mendorong timbulnya cacat juga banyak, melibatkan logam berat dan pestisida, serta kelebihan dari beberapa metabolit atau vitamin.

Di antara kemungkinan penyebab cacat tulang belakang ikan seabass dan seabream gilthead, mekanisme yang melibatkan keracunan logam berat, gangguan lingkungan atau keterlibatan patogen harus dikecualikan karena terlalu banyak terkait dengan masalah lain yang sangat kompleks. Pada kenyataannya cacat rangka(tulang belakang) pada ikanterjadi pada banyak hatchery yang berbeda dan dalam kondisi pemeliharaan yang berbeda yang menunjukkan bahwa hal ini terjadi karena beberapa keadaan yang bisa dibilang luar biasa.

Oleh karena itu, harus ada faktor umum yang bekerja pada berbagai situasi dan kondisi lingkungan pemeliharaan. Kekurangan gizi tampaknya menjadi hipotesis yang lebih realistis karena teknik pemeliharaan (frekuensi pemberian pakan,jenis pakan, pakan alami, pakan buatan, dll) kurang lebih sama pada kebanyakan panti pembenihan. Dilihat lebih jauh, kekurangan vitamin C dan / atau kelebihan vitamin D yang beracun dapat menjadi hal yang paling mungkin. Vitamin C adalah salah satu agen utama dalam metabolisme kolagen, sebuah komponen penting dari jaringan tulang. Kekurangan vitamin C dengan mudah dapat dijelaskan karena kelarutan yang tinggi dalam air.

Hipotesis dari hypervitaminosis D juga menarik karena memperhitungkan penampilan calculosis kemih. Vitamin ini hadir dalam jumlah besar di minyak ikan yang digunakan untuk memperkaya rotifera dan udang untuk larva ikan laut, serta di perut ikan dan komponen pakan buatan yang digunakan pada tahap pembibitan. Minyak hati ikan tuna, misalnya, dapat berisi sampai 200 000 IU vitamin D dan minyak ikan hingga 500 IU per gram (1 International Unit = 0,025 ug dari D2 vitamin sebagai bentuk kristal).

Pada manusia, bentuk non-aktif D3 ditransformasikan ke dalam bentuk aktif 25-1-hydroxycolecalcipherol di ginjal. Jika transformasi ini tidak terjadi karena alasan patologis apapun, kekurangan fungsional muncul, meskipun jika vitamin diasumsikan melimpah dalam makanan. Sayangnya, bentuk aktif dari vitamin D dalam ikan masih belum diketahui.

9.15.2010

Beberapa kelainan yang dijumpai pada pemeliharaan larva.

      Cacat atau kelainan pada ikan hasil  budidaya tentunya merupakan suatu hal yang mesti dihindari pembudidaya. Ikan yang memiliki kelainan atau cacat meskipun tidak mengalami kematian akan tetapi akan mengalami kesulitan dalam pemasaran karena sangat jarang ada pembeli yang mau membelinya.
   
      Ada beberapa cacat atau kelainan yang dijumpai pada pemeliharaan larva ikan laut, terutama seabass dan sea bream, yang berkaitan erat dengan kinerja morphoanatomic dalam pemeliharaan larva, diantaranya adalah:
Cacat pada tulang ikan.
       Cacat pada tulang ikan yang paling umum mempengaruhi larva ikan seabass dan seabream, pada ikan stadia juvenil(yuwana) dan ikan dewasa biasanya terlihat pada rahang, insang, kepala dan tulang punggung.

Cacat pada larva yang baru menetas
       Sejumlah kelainan dapat pada larva ikan yang baru menetas, yang paling sering terlihat adalah tubuh larva yang terbentuk memutar. Larva ikan yang mengalami hal ini tidak akan bertahan lebih dari beberapa jam, atau paling bagus akan mati dalam beberapa hari. Kelainan ini dapat terjadi pada beberapa persen hingga keseluruhan populasi. Jika persentase cacat terjadi di atas 10% mungkin lebih baik membuang larva dan memulai dengan pemeliharaan larva yang baru.

       Asal-usul genetik dari anomali tersebut tidak dapat dibuktikan, sekalipun dalam budidaya ikan dapat dilakukan perkawinan silang. Sebagian ahli percaya bahwa kemungkinan penyebabnya adalah kondisi pemeliharaan yang kurang baik, khususnya dalam kaitannya dengan:
• kekurangan gizi di induk selama ovogenesis (yang paling mungkin);
• pencahayaan yang tidak memadai selama inkubasi;
• kepadatan telur berlebihan (yang mengarah ke stres mekanik dan pasokan oksigen yang terbatas);
• penanganan, salinitas atau guncangan termal;
• polutan di lingkungan pemeliharaan;
• campuran dari penyebab yang disebutkan di atas.

Kelainan bentuk rahang dan opercula
       Cacat dapat mempengaruhi baik rahang atas dan / atau mandibula, yang dapat berupa tidak lengkap atau menonjol.Sebuah operkulum atau keduanya dapat tidak muncul atau tidak lengkap, atau bahkan bengkok ke luar . Untuk ukuran larva 15-20 mm harus digunakan mikroskop untuk mendeteksinya. Untuk ukuran yang lebih besar dapat diamati secara visual. Rahang yang terdeformasi dapat diamati pada larva sejak menetas, sedangkan operkulum cacat tidak dapat dideteksi sebelum larva mencapai panjang 12 mm.

Lihat tulisan menarik lainnya di daftar isi/peta situs blog perikanan budidaya

Sumber:
FAO,Morphoanatomic and morphometric standards, www.fao.org.

Perkembangan gelembung renang (swim bladder) pada larva ikan laut

       Gelembung renang atau swim bladder adalah suatu organ pada ikan yang berbentuk kantong berisi gas yang berfungsi membantu ikan dalam mempertahankan keseimbangan posisinya dalam air. Di samping sebagai alat keseimbangan gelembung renang atau swim bladder juga difungsikan sebagai tempat beresonansi untuk menghasilkan atau menerima suara.
   
        Letak gelembung renang atau swim bladder pada ikan adalah antara tulang punggung dan bagian anterior dari saluran pencernaan ikan, dan terlihat seperti gelembung refraksi. Pada larva ikan laut, ukuran swim bladder bisa mencapai 20-30% dari total panjang ikan pada individu dengan ukuran lebih dari 40-50 mm. Ketika swim bladder tidak berfungsi akan terlihat seperti vesikel kecil transparan dengan ukuran tidak lebih dari 3% sampai 5% dari panjang total ikan. Ikan dengan gelembung renang yang tidak berfungsi akan mengalami kesulitan dalam berenang dan cenderung tenggelam sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam mencari makanan. Dalam keadaan tidak sadar (pingsan) ikan dengan gelembung renang yang normal akan mengapung di air sedangkan ikan dengan gelembung renang yang tidak berfungsi atau tidak sempurna akan tenggelam.

     Inflasi awal kantung udara terjadi pada minggu-minggu awal kehidupan larva, Pada larva seabream gilthead ukuran 4-5 mm dan seabass 5,5-6,5 mm. Organ ini dapat diamati dengan transparansi di bawah mikroskop sampai dengan ukuran larva 15 mm. Untuk ukuran yang lebih besar bisa dilihat dengan menggunakan sinar-X.

       Inflasi awal kantung udara dipicu ketika larva menelan udara di permukaan air. Kehadiran film berminyak atau turbulensi berlebihan dalam tangki larva bisa menghambat inflasi dengan mencegah ikan untuk mencapai permukaan. Oleh karena itu dalam pemeliharaan larva ikan laut, penggunaan Skimmers mengambang yang menghapus setiap kotoran dan film permukaan berminyak diyakini akan dapat membantu larva dalam pembentukan gelembung renang atau swim bladder, Di samping itu penggunaan sirkulasi atau gerakan air lembut juga diperlukan untuk mencegah turbulensi berlebihan yang bisa menghambat usaha larva dalam pembentukan gelembung renang atau swim bladder. Tanpa tindakan pencegahan dasar, persentase larva yang tidak berhasil mengembangkan swim bladder-nya dapat mencapai 100%.

Gangguan pada gelembung renang atau tidak berkembangnya swim bladder pada larva ikan memiliki konsekuensi serius pada larva ikan, seperti:
  • Keterlambatan serius dalam pertumbuhan pada larva ikan. Beberapa hasil percobaan menunjukkan bahwa swim bladder yang tidak berkembang pada jenis ikan (seabream gilthead dan seabass), keterlambatan pertumbuhan (kerdil, berat badan rendah) pada larva ikan mencapai 20-30%  pada ukuran larva sekitar 10-15 mm (60 hari) dan populasi larva yang mengalami keterlambatan pertumbuhan mencapai lebih dari 50% pada ikan ukuran 30-50 g;
  • Deformitas tulang punggung (lordosis). Larva yang mengalami gangguan pada gelembung renangnya (gelembung renang atau swim bladder tidak berfungsi) beresiko mengalami gangguan dalam  pertumbuhan tulang belakangnya. Gangguan (cacat) pada pertumbuhan tulang belakang pada ikan yang tidak memiliki gelembung renang (gelembung renang tidak berfungsi)  muncul pada ukuran sekitar 20 mm pada larva ikan.
Lihat tulisan lain yang lebih menarik di peta situs/daftar isi blog perikanan budidaya

9.14.2010

Urinary calculosis, tanda awal rendahnya kualitas larva ikan.

Urinary calculi (batu saluran kemih) pada ikan dapat diamati dalam uretra atau kandung kemih. Batu saluran kemih ini biasanya terlihat seperti batu kecil berwarna kelabu atau kekuningan. Kadang-kadang mungkin terlihat berwarna kemerahan selama tahap larva. Batu saluran kemih ini pada dasarnya adalah kristal kalsium fosfat, Ca5(PO4). Urinary calculi pada ikan dapat diamati sejak larva baru menetas hingga ke tahap juvenile (yuwana). Pada larva ikan dengan ukuran panjang total larva sampai dengan 20 mm, batu pada saluran kemih dapat diamati di bawah mikroskop. Pada larva ikan dengan ukuran yang lebih besar atau yuwana hingga dewasa, batu saluran kemih hanya dapat dideteksi dengan menggunakan sinar-X.

Keberadaan urinary calculi atau batu saluran kemih ini diyakini terkait dengan stress pada larva ikan dan manajemen pemeliharaan yang buruk, akan tetapi tidak sampai mengakibatkan kematian. Frekuensi kehadiran batu dalam saluran kemih pada stok ikan bervariasi dari 0 sampai 30%. Dalam beberapa kasus tertentu, keberadaan urinary calculi ini mungkin bisa mencapai 60%.

Pada pemeliharaan larva ikan, adanya batu saluran kemih pada larva ikan dapat menjadi tanda awal rendahnya kualitas larva ikan yang dipelihara terkait dengan banyak faktor seperti manajemen pemeliharaan yang buruk, rendahnya kualitas air, kekurangan pakan dll. Pada ikan jenis seabream ketika hasil observasi memperlihatkan adanya batu saluran kemih melebihi 30% populasi pada hari-hari pertama (5 hingga 15 hari) adalah lebih baik untuk mengosongkan tangki dan memulai lagi pemeliharaan larva yang baru. Hal ini untuk menghindari kerugian yang lebih besar jika pemeliharaan dilanjutkan karena akan menghasilkan benih dengan kualitas buruk/cacat jika tidak terjadi kematian.

Urinary calculosis atau adanya batu pada saluran kemih ini merupakan salah satu kriteria morphoanatomic yang dapat diamati untuk menetukan kinerja atau performa morphologi dan anatomi dalam pemeliharaan larva ikan laut. Pada beberapa kasus urinary calculosis ini tidak menimbulkan kematian secara cepat. Setidaknya ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dalam dua minggu pemeliharaan tidak ditemukan korelasi antara keberadaan urinary calculi pada saluran kemih dengan tingkat kematian larva. Larva dengan urinary calculosis masih tetap bisa beraktifitas, atau berenang aktif dan  memangsa makanan. Meskipun demikian hasil penelitian tersebut tidak menyebutkan efek dari urinary calculosis ini pada pertumbuhan atau kelangsungan hidup ikan pasaca larva.

Jika dibandingkan dengan batu saluran kemih pada manusia, urinary calculosis ini tentunya merupakan suatu kelainan atau penyakit yang cukup serius jika tidak dilakukan penanganan secara tepat. Penanganan batu saluran kemih pada larva ikan yang dalam satu tangka pemeliharaan umumnya berjumlah cukup banyak tentunya memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Kalau pada manusia mungkin penangananya lebih mudah karena ukuran tubuh yang lebih besar dan bisa dilakukan per individu. Hal yang cukup sulit jika dilakukan dengan yang cara yang sama pada larva ikan

Sumber :
  • Incidence and composition of calculi in the urinary bladder of intensifely reared marine fish larvae. https://www.researchgate.net/publication/248886871_Incidence_and_Composition_of_Calculi_in_the_Urinary_Bladder_of_Intensively_Reared_Marine_Fish_Larvae
  • FAO(dalam bahasa inggris).

9.13.2010

Kinerja morphologi dan anatomi (morphoanatomic) pada pemeliharaan larva ikan laut.

Estimasi kinerja dalam pemeliharaan larva ikan laut bisa dilihat dari kriteria morphoanatomic yang mengacu pada kesesuaian pengembangan dan / atau kronologi perkembangan organ tertentu. Penilaian kriteria morphoanatomic larva ikan tersebut akan tergantung pada keberadaan standar penilaian yang secara akurat:
• menggambarkan aspek normal atau tidak normal dari organ-organ tertentu pada ikan,
• memperbaiki periode observasi yang dapat atau harus dilakukan,
• menunjukkan bagaimana hal itu harus dilakukan.

Pilihan terhadap suatu kriteria akan tergantung pada pentingnya konsekuensi kriteria tersebut pada kinerja pemeliharaan larva(frekuensi penampilan, efek terhadap pertumbuhan, ketahanan hidup, dll). Pada larva ikan laut jenis seabass atau grouper seperti kerapu, kualitas morphoanatomic terutama mengacu pada anomali yang mempengaruhi kandung kemih, gelembung renang (swim bladder), dan tulang ikan.

Dalam pemeliharaan larva ikan laut terkadang memang terjadi atau dijumpai beberapa kelainan pada larva ikan yang dipelihara. Kelainan pada larva tersebut dapat terjadi pada bentuk atau morfologi larva akan tetapi sering juga terjadi bagian dalam organ tubuh larva (kelainan anatomi). Kinerja atau performa dari morphologi dan anatomi larva tersebut yang disebut dapat digunakan sebagai indikator dalam penentuan atau pengambilan keputusan dalam pemeliharaan larva. Misalnya saja jika pada fase awal larva ditemukan banyak larva yang bengkok atau badannya memutar maka bisa diambil keputusan untuk tidak melanjutkan kegiatan pemeliharaan larva karena larva bengkok biasanya akan mati dalam waktu singkat.

Pengamatan pada keadaan morphologi dan anatomi larva ini (bisa disebut sebagai kriteria morphologi dan anatomi /morphoanatomic). sebagian bisa dilakukan secara visual akan tetapi sebagian lagi mesti dilakukan dengan bantuan mikroskop ataupun radiasi sinar x. Pengamatan performa morphoanatomic larva menjadi penting untuk dilakukan pada kasus kasus dimana banyak kelainan yang dijumpai pada benih yang dihasilkan.

Beberapa kelainan pada benih mungkin tidak berakibat fatal seperti misalnya bengkok pada tulang belakang. Akan tetapi benih yang dihasilkan menjadi tidak layak untuk dibesarkan karena pada akhirnya akan menghasilkan ikan yang cacat atau bengkok yang akan sulit dipasarkan. Jika sudah demikian maka otomatis kerugian waktu dan biaya pemeliharaan akan semakin besar. Semakin dini kelainan tersebut bisa dideteksi maka penghentian proses budidaya bisa dilakukan secepatnya sehingga kerugian yang timbul pun akan lebih sedikit. Di sinilah pengamatan kriteria morphoanatomic larva menjadi penting untuk dilakukan. 

Lihat juga tulisan lainnya di peta situs/daftar isi blog perikanan budidaya

Sumber: www.fao.org

9.02.2010

Potensi perikanan Indonesia

    Kenapa hasil produksi perikanan budidaya Indonesia kalah dengan hasil produksi perikanan budidaya China? Pertanyaan ini haruslah segera dicari jawabannya. Jika kita lihat kembali data yang ada, potensi perikanan Indonesia khususnya perikanan budidaya Indonesia sebenarnya jauh di atas China jika dilihat dari ketersediaan lahan budidaya dan spesies komersial yang berhasil dibudidayakan. Peningkatan permintaan pasar domestik dan internasional terhadap produk perikanan juga cukup besar. Jadi seharusnya produksi perikanan Indonesia bisa mengungguli China

     Jika kita menengok kembali ke masa lalu, pada tahun 1949, produksi perikanan Indonesia dari budidaya perikanan mampu mengungguli produksi perikanan budidaya China. Produksi perikanan budidaya Indonesia pada waktu itu mencapai 25 ribu ton sedangkan produksi perikanan budidaya China hanya 19 ribu ton. Namun, produksi perikanan budidaya China tahun 1980an mengalami lompatan besar. Bahkan hingga tahun 2004 produksi perikanan budidaya mengalami peningkatan hingga mencapai 36,6 juta ton, sedangkan produksi perikanan budidaya Indonesia masih berkutat di angka 3,89 juta ton.

       Kembali lagi jika dilihat dari potensi perikanan budidaya yang dimiliki, Indonesia jauh mengungguli China. Sebagai contoh, panjang garis pantai China hanya 32 ribu km, Sedangkan Indonesia memiliki panjang garis pantai lebih dari 95 ribu km. Contoh kedua, Perairan teluk di Negara Republik Rakyat China hanya 168 ribu ha, bandingkan dengan Indonesia yang memiliki perairan teluk hingga mencapai 4,2 juta ha.

       Demikian juga dengan potensi perikanan budidaya air tawar. Luas sungai di China yang dapat digunakan untuk budidaya air tawar hanya 371 ribu ha, luas sungai di Indonesia yang bisa digunakan untuk usaha budidaya air tawar mencapai 5,9 juta ha. Belum lagi jika ditambah dengan 13,6 juta ha rawa yang sebagian masih dapat digunakan untuk budidaya ikan.

      Jika keseluruhan potensi perikanan budidaya yang dimiliki Indonesia tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal separuhnya saja, produksi perikanan budidaya Indonesia sudah pasti akan mengungguli produksi perikanan budidaya China. Oleh karena itu perlu diupayakan pemanfaatan potensi perikanan budidaya tersebut untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya, terutama dari usaha budidaya ikan. Namun, patut diingatkan juga bahwa dalam pengembangan budidaya perikanan haruslah tetap menerapkan cara budidaya ikan yang baik agar memenuhi jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan agar sesuai dengan persyaratan pasar global.

     Selain itu, pengembangan perikanan budidaya pada suatu kawasan harus tetap memperhatikan pelestarian lingkungan budidaya. Hal ini bukan hanya demi kewajiban untuk mewariskan lingkungan yang baik buat anak cucu kita, akan tetapi lingkungan budidaya yang baik juga akan memberikan kontribusi yang baik bagi peningkatan produksi perikanan budidaya secara berkelanjutan. Oleh karena itu pelestarian lingkungan harus menjadi prasyarat utama dalam pengembangan budidaya perikanan..

Lihat juga tulisan lainnya di peta situs/daftar isi blog perikanan budidaya

9.01.2010

Ikan bandeng

       Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forsskal) adalah satu diantara jenis ikan yang dapat hidup dengan toleransi salinitas yang sangat besar, sehingga daerah penyebarannya sangat Iuas yaitu di laut tropik Indo Pasifik dan dominan di sekitar Asia, meliputi perairan sekitar Burma(Myanmar), Thailand, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Indonesia. Di Laut Pasifik Tengah ikan bandeng menyebar disekitar kepulauan Hawaii. Daerah penyebaran di Indonesia diantaranya diperairan Timur Sumatra, pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian, Nusa Tenggara dan Bali.

Morphologi ikan bandeng
       Secara eksternal ikan bandeng mempunyai bentuk kepala mengecil dibandingkan lebar dan panjang badannya, matanya tertutup oleh selaput lendir (adipose). Sisik ikan banding yang masih hidup berwarna perak, mengkilap pada seluruh tubuhnya. Pada bagian punggungnya berwarna kehitaman atau hijau kekuningan atau kadang-kadang albino, dan bagian perutnya berwarna perak serta mempunyai sisik lateral dari bagian depan sampai sirip ekor. Pada ikan bandeng ukuran juvenil dan dewasa jumlah sirip dorsal II :12-14, anal II: 8 atau 9, sirip dada I: 15-16, sirip bawah I:10 atau 11 dan mempunyai sisik lateral dari bagian depan sampai caudal antara 75-85, dan tulang belakang berjumlah 44 ruas.

       Secara internal, dari juvenile hingga dewasa mempunyai dua ketegori antara lain (1) organ pharingeal berada dibelakang pharynx, mengarah ke ujung oesophagus, (2) bagian dinding seperti spiral diatas oesophagus. Biasanya berfungsi sebagai sensor untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Penyebaran dan Habitat ikan bandeng

Daerah penyebaran ikan Bandeng yaitu di laut tropik Indo Pasifik dan dominan didaerah Asia. Di Asia Tenggara ikan bandeng berada didaerah perairan pantai Burma, Thailand, Vietnam, Philipina, Malalysia dan Indonesia.

Secara umum penyebaran ikan bandeng tercatat berada di sebagian besar laut Hindia dan laut Pasifik kira-kira dari 40 BT-100 BB dan antara 40 LU - 40 LS. Penyebarannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti phase bulan ,pasang surut,arus air dan kelimpahan plankton

Habitat ikan bandeng
       Ikan bandeng hidup diperairan pantai, muara sungai,hamparan hutan bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa biasanya berada diperairan littoral. Pada musim pemijaham induk ikan bandeng sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dengan karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan kedalaman antara 10-30 m.

Kematangan kelamin

       Secara morphologi ikan bandeng dewasa masih sulit dibedakan antara jantan dan betina, baik mengenai morphologi, ukuran,warna sisik, bentuk kepala dan lain-lainnya. Namun pada bagian anal (lubang pelepasan) pada induk ikan bandeng yang matang kelamin menunjukkan bentuk anatomi yang berbeda antara ikan bandeng jantan dan ikan bandeng betina. Walaupun demikian perlu suatu pengetahuan/ketrampilan yang khusus untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi selama induk matang kelamin.

Menentukan kelamin jantan pada ikan bandeng
       Ikan bandeng jantan mempunyai 2 tonjolan kecil (papila) yang terbuka dibagian luarnya yaitu selaput dubur luar dan lubang pelepasan ( yang membuka pada bagian ujungnya. Didalam alat genital ikan jantan (vasa deferentia),mulai dari testes menyatu sedalam 5-10 mm dari lubang pelepasan. Lubang kencing (urinary pore) melebar kearah saluran besar dari sisi atas. Selain itu 2 lubang kecil pada sisi bagian bawah dari tonjolan urogenital yang membuka kearah ventral usus.

Menentukan kelamin betina pada ikan bandeng
       Ikan bandeng betina mempunyai 3 tonjolan kecll (papila) yang terbuka dibagian anal. Berbeda dengan ikan bandeng jantan yang mempunyai 2 tonjolan kecil. Satu lubang besar dibagian anterior adalah anus. Letaknya anus sejajar dengan genital pore. Lubang ketiga adalah lubang posterior dari genital pore berada pada ujung urogenital papila.. Dari 2 oviduct menyatu kearah saluran yang lebar yang merupakan saluran telur dan saluran tersebut berakhir di genital pore.

Lihat juga tulisan lainnya di peta situs/daftar isi blog perikanan budidaya